SPESIFIK
MITOLOGI PURA LUHUR PUCAK PADANG DAWA
Om Awighnam
Asthu Namo Sidham
Mitologi
:
Di
tengah-tengah hamparan Pulau Dewata ini, di Desa Bangli, Kecamatan Baturiti,
terkenal sebuah Pura yang sakral pura
ini adalah Pura Luhur Pucak Padang Dawa. Letaknya sangat strategis diujung
lembah hijau dan penuh hembusan angin mendesir. Nama Pura Pucak Padang Dawa
mengikuti nama tempat atau pucak.
Seiring dengan nama Padang Dawa secara etemologi leksikal dapat diartikan
antara lain : Padang berarti galang, cahaya, sinar, bawa, dan percikan. Dawa
berarti panjang, dan luas. Sehingga Pucak Padang Dawa dapat didepinisikan
sebagai berikut : Pucak yang
letaknya ditengah-tengah Pulau Dewata ini
mempunyai pancaran sinar suci Tuhan
Hyang Maha Esa yang luas dan menjulang tinggi
di angkasa. Kejadian seperti itu juga pernah terbukti, dan disaksikan
oleh banyak orang karena bersamaan dengan pelaksanaan pujawali dan gempa bumi
tahun 1917 yang disebut dengan gejer dan
tahun 1976 (Gempa Seririt) terjadi asap
mengepul menjulang tinggi kelangit dengan tiga warna.
Mitologi Pura ini dapat dibaca pada Purananing
Kanda Dewa Bangsul Sari Manik Pura Tuluk Biyu Kintamani Batur, bagian penting di
ataranya sebagai berikut : menjelang tahun Caka 11 bertepatan pada Hari Kamis
Keliwon Wara merakih Tilem ke Dasa ( Rah 1 tenggek 1 ) terciptalah beberapa
bukit pucak dan gunung di Benoa Bangsul ini oleh kekuatan kedua Putra Hyang
Siwa Pasupati yakni Ida Hyang Dewi Danuh bersama Putran Jaya yang memutar
serpihan Pucak Manik Gunung Semeru
diantaranya adalah Gunung Tohlangkir, Gunung Batukaru,Gunung Masehi Gunung
Silangjana Bukit Sangkur, Pucak Pengelengan, Pucak Padang Dawa yang letaknya
secara giografis tepat ditengah-tengah Pulau Bali ini. Setelah terwujudnya kekuatan-kekuatan
magisnya kedua putra Sanghyang Pasupati tersebut pernah terjadi tragedi yang
sangat memperihatinkan di Benoa ini tertimpa oleh wabah penyakit yang
disebabkan oleh kekuatan magis dari Durga Kala Jyoti Srana. Sehingga pada saat
itulah Bhatara Gede Sakti yang bersetana
di Pucak Padang Dawa merasa kasihan melihat benoa beserta penghuninya tersiksa
durjana kemelaratan, akhirnya beliau berkenan menyelamatakan dengan kekuatan
batin atau jnananya dengan angarangsuk Buddha Berawa yang berwujud barong. Pada
saat itu akhirnya Bhatara Gede Sakti bertemu dengan Hyang Welaka yang
perawakannya hitam, rambutnya keriting berwarna merah, matanya besar dan
melotot kemerahan, badanya besar dan tinggi dengan memakai senjata pedang
dangastra. Hyang Wulaka tersebut menguwasai ilmu kediyatmikan, sakti dan mengusai
segala jenis kesidimandian. Terhadap adanya kejadian tragis seperti itu maka
para bala rencang Hyang Welaka semuanya nyeruti rupa berubah wujud menjadi
bermacam-macam barong diantaranya barong rentet, barong landung, barong
bangkal,barong landung, barong naga dan lainnya bersama Bhatara Gede Sakti Ngawa
Rat turun menyelamatkan bumi beserta isinya.
Itulah
sebabnya untuk di daerah Bali Tengahan pada umumnya pralingga-pralingga Bhatara
Gede Sakti yang berupa barong datang ke Pura Pucak Padang Dawa untuk
mendapatkan kekuatan magis serta kesidimandian
melalui memohon yasa kerti atau pasupati di pura tersebut. Oleh karena
merupakan stana dari Bhatara Gede Sakti Ngawa Rat sumber dari segala jenis
taksu, dewanya taksun balyan, balyan konteng, balyan ketakson, balyang engeng,
dan dewanya taksu dari segala jenis taksun kesenian, topeng, baris, serta
sumber dari ilmu usadha untuk wilayah Bali, (satungkebing hoyeng Bangsul).
Desa
Pakraman di Bali jika tertimpa oleh wabah penyakit yang bersumber dari kekuatan
magisnya Durga Kala Jyoti Srana maka melalui nedunang tapakan atau pralingga-pralingga Bhatara Gede Sakti yang
bersetana di masing-masing penyiwian Bhatara Gede Sakti tedun di Catus Pata,
umat menghaturkan laba serta upakara sesuai dengan kebiasaan Desa Pakraman setempat.
Wabah penyakit akan bersipat netral dan kembali kepada asalnya.
Sering
terlontar pertanyaan kenapa pralingga atau tapakan barong harus datang ke Luhur
Pucak Padang Dawa ketika pelaksanaan Pujawali ? Jelas karena pralingga atau
tapakan barong itu karena mendapat penugrahan taksu atau restu Ida Bhatara Siwa
Pasupati melalui pelaksanaan ritual pasupati di Luhur Pucak Padang Dawa
sehingga ketika pelaksanaan pujawali yang secara rutin pelaksanaannya setiap
satu tahun sekali tapakan atau barong itu datang (budal ke joga) untuk tangkil dan ikut katuran pujawali, jadi
pengertiannya berbeda dengan nyaksi / menyaksikan pujawal.
Demikian diataranya bagian yang penting
kesidiadnyananing Bhatara Gede Sakti beserta para bala dan rencanganya yang
bersetana Di Pucak Padang Dawa.
Pujawali :
Pujawali di Pura
Luhur Pucak Padang Dawa diselenggarakan setiap hari Rabo, Keliwon, Pahang
selalu didatangi oleh ribuan umat dan puluhan barong bahkan sampai 104 barong
dari 148 Desa Pekraman sedangkan umat yang datang pedek tangkil ke pura tersebut
bukan hanya pada waktu pelaksanaan odalan/pujawali namun pada hari-hari penting
seperti Keliwon, Purnama, Tilem dan lainnya.
Pengempon :
Yang dimaksud
dengan pengempon adalah masyarakat yang punya kewajiban dan tanggung jawab
penuh atas pelaksanaan pujawali dan pembangunan di Pura. Pengempon di Pura ini
terdiri dari 6 Desa Pakraman se Desa Bangli diantaranya adalah : Apit yeh, Br.
Bangli, Umapoh, Titigalar, Munduk Andong dan Sandan.
Kepanitiaan
:
Terselenggaranya
pelaksanaan pujawali dan pembangunan di pura ini secara (sekala niskala) sangat didukung
oleh pengayah yang bukan hanya berasal dari orang lokal disini namun dari
jauh-jauh datang bertujuan bakti melarapan ngaturang ayah dan berdana punia
untuk kepentingan pujawali dan pembangunan pelinggih, seperti misalnya
terwujudnya pelaksanaan pujawali setiap 6 bulan sekali secara selang seling
antara pujwali alit dan jelih, dan pelaksanaan pembangunan pelinggih-pelinggih
dari empat pura yang ada yakni : Natar Agung, Dalem Purwa, Puseh Agung dan
Tegal Suci sebagai pengabih Pura Luhur Pucak Padang Dawa secara berkelanjutan,
dan terselenggaranya dengan sukses
pelaksanaan Karya Agung Mamungkah Ngenteg Linggih dan Panyegjeg Jagat 31
Oktober 2001, berkat dukungan umat hindu sedharma yang datang dari segala
penjuru. Sesudah pelaksanaan karya Ngebek
tiga kali pelaksanaan pembangunan pisik Pura tersebut akan dilanjutkan
lagi sesuai dengan tatanan Mendala berdasarkan sekala prioritas kerusakan.
Om Santih Santih Santih Om
Tidak ada komentar:
Posting Komentar